Saturday, June 28, 2008

ARTI PERSAHABATAN

“Menurutku, Mira anak yang baik, kok!” Nadya membantah Silvi, sahabatnya. ”Hah! Nad, kamu bilang Mira baik? Baik?” Silvi melotot tak percaya. ”Sil! Kamu jealous kan sama Mira? Kamu jealous, kan karena dia anak orang kaya?” Nadya nyaris berteriak pada Silvi. ’Seharusnya, dari dulu aku tahu kalo Silvi anaknya jealousan, aku nggak perlu bersahabat sama Silvi.’ Nadya berpikir marah. ”Nad, kalo kamu udah gak mau bersahabat sama aku, ya udah! Nggak usah! Aku nggak maksa, kok!” Silvi nyaris menangis.

Nadya memalingkan muka dari Silvi, lalu berlari menjauhi Silvi, seakan Silvi berpenyakit menular. Silvi menatap Nadya dengan tatapan sakit hati. ’Nadya... Kenapa kamu tega berlaku begini sama aku?’ Silvi berubah jadi pesimis. Sementara itu, Nadya berada di toilet cewek. Dia sedang mengoleskan lip balm ke bibirnya ketika Evelyn, teman sekelasnya masuk. Evelyn tersenyum manis padanya. Nadya membalas senyumnya. Lalu, Evelyn masuk ke salah satu kamar toilet. Sepertinya sih, hendak buang air kecil. Nadya keluar dari toilet cewek. Ia berpapasan dengan Silvi. Nadya membuang muka sambil mencibir. Silvi menatapnya sabar.

”Mira! Ke kantin, yuk!” ajak Nadya pada Mira. Mira mengangguk pelan, lalu membuang muka saat melihat Silvi. Nadya tersenyum puas. Nadya dan Mira sedang makan gado-gado buatan Bu Nita ketika Silvi datang sendirian. ’Yah, gak enak mau makan, sendiri...’ pikir Silvi getir.

Silvi menghampiri warung gado-gado Bu Nita ketika Nadya berteriak dari duduknya. ”Eh, tukang ngikut-ngikut! Jangan makan gado-gado Bu Nita, ya!” ”N.... Nady” ucapan Silvi tertahan. ”Jangan nyebut-nyebut nama Nadya deh tukang ngikut-ngikut!” Mira mengejek Silvi. Silvi berbalik menuju warung bakso Pak Narman. Dia mencibir di belakang Mira. Sayangnya, Nadya melihat apa yang dilakukan Silvi. ”Heh! Jangan menghina Mira, ya!” Nadya membentak Silvi. ”Huh!” Silvi memalingkan muka.

Lalu, Silvi berlari ke warung bakso dan mie Pak Narman. ”Eh, Neng Silvi, kok jajannya nggak sama Neng Nadya?” Pak Narman menyapa Silvi ramah. ”Lagi nggak mood aja jajan sama Nadya. Mie gorengnya satu, Pak Narman,” Silvi tak menanggapi pertanyaan Pak Narman. ”Beres, Neng!” Pak Narman menjawab sambil mengambil panci. Tak lama kemudian, pesanan Silvi siap. ”Berapa, Pak?” Silvi bertanya. ”Tiga ribu, Neng,” Pak Narman menyebutkan harga. Silvi menyerahkan uang lima ribuan dengan perasaan campur aduk. Ada kekesalan pada Nadya, serta setitik rasa kasihan pada Nadya. Pak Narman mengaduk-ngaduk cash box mencari uang seribuan. ”Kembaliannya buat Pak Narman aja...” Silvi berbicara dingin. ”Makasih, ya Neng,” Pak Narman tampak berterimakasih.

Silvi berjalan ke tempat duduk yang jauh dari Nadya dan... Mira. Silvi meletakkan nampannya di sebelah gerombolan klub cheerleader SMA Pelita Harapan, sekolah Silvi. Evelyn, yang termasuk salah satu cheerleader senior di SMA Pelita Harapan, menggeser duduknya ke arah Silvi. ”Berantem sama Nadya?” tanya Evelyn. Silvi mengangguk. ”Hmm.. Kalo anak itu masuk latihan cheerleader nanti, bakal kucecar pertanyaan, nih...” Evelyn menggumam tak jelas. Silvi hanya diam dan memakan mie gorengnya.

Setelah selesai, Silvi berjalan cepat ke kelasnya. Di sana, Silvi menatap tasnya yang ada di tempat duduk samping Nadya. Tapi, Silvi menyambar tasnya dan memindahkannya ke tempat Mira di samping Evelyn. Ia mengambil tas Mira dan meletakkannya di samping bangku Nadya. ’kriiiiiinggg!!!!’ bel masuk berbunyi. Nadya dan Mira masuk kelas sambil tertawa-tawa. Silvi langsung melesat ke bangku Mira dan duduk disitu. Mira terkejut melihat tasnya ada di samping Nadya. Dia memang ingin duduk sama Nadya. Tapi, tidak sekarang.

“Lihat, Mir! Tukang ngikut-ngikut mindahin tas kamu ke sini!” Nadya berseru pada Mira. Mira kebingungan. Tiba-tiba, Mira melihat sebuah amplop di kolong meja Silvi. Amplop itu bertulisan: Untuk: Yth, orangtua Marina Silviani. Mira melesat duduk di samping Nadya. Ia mengganti nama Marina Silviani dengan Yulianita Miranti. Mira tersenyum maniiis sekali pada Nadya.

Saat itu, Bu Nana masuk. ”Anak-anak, ibu akan keluar musim hujan nanti!” Bu Nana mengumumkan. ”Sebagai gantinya, Bu Nina akan menggantikan ibu.” Bu Nana menjelaskan. Mira hanya melempar senyum licik ke arah Silvi sambil melambaikan amplop itu pelan. ”Oh, tidak...” bisik Silvi. Evelyn menoleh sambil mengangkat alis. Lalu berpaling lagi ke arah Bu Nana yang sedang menjelaskan tentang organ-organ tubuh manusia dan apa bedanya dengan organ-organ tubuh hewan.

Akhirnya, waktu pulang sekolah tiba. ’Pyuk! Pyuk!’ terdengar suara Nadya menginjak becek saat berlari ke ruang latihan cheerleader. Nadya membawa tas berisi pom-pom, kostum latihan, kaus kaki ganti, dan lain-lain. Saat sampai di ruang ganti, Nadya tak melihat ada orang. Hanya ada Silvi yang sedang mengikat tali sepatunya. Nadya tak menghiraukan Silvi dan berganti baju di dalam ruangan bertirai untuk ganti. Saat Nadya keluar dengan kostumnya (atasan hanya sampai atas pusar kuning, rok mini kuning, dan rambut dikucir dua), Silvi sudah tak ada di ruang ganti. Nadya menghampiri lokernya dan membukanya dengan kunci yang terselip di kantong depan tas ekskulnya. Nadya bergegas mengambil pom-pom dari tasnya, meletakkan tas di dalam loker, dan mengunci pintu loker.

Nadya berlari ke stadion dan melihat latihan hampir mulai. ”Ambil posisi!” perintah Manda, ketua cheerleader. Nadya mengambil posisinya di sebelah Manda. ”One, two, three, go!” Manda memberi aba-aba. Seluruh anggota mulai menggerakkan pom-pom sambil berputar, melompat, berjungkir-balik, hingga saatnya membuat piramid. Shelly dan Eva memulai dengan landasan. Lalu Evelyn dan Silvi melompat ke bahu Shelly dan Eva. Di atas Evelyn dan Silvi, Manda dan Mimi. Hingga di paling atas, adalah Nadya. Sementara itu, Lita dan Lala bersiap menangkap Nadya saat melompat. Nadya melompat dan bersalto di udara. Lita dan Lala menangkap Nadya dengan gesit. Nadya langsung melompat dari tangan Lita dan Lala. Lalu melakukan gaya split.

”Istirahat!” seru Manda. Semua anggota cheerleader menghela napas. Tapi Nadya tidak. Ia malah bergegas ke ruang ganti. Nadya duduk sendirian di bangku panjang. Sambil memegang handphone-nya. Ditatapnya handphone itu dengan penuh kebencian. Segera dinyalakannya handphone kesayangannya itu. Layar menampilkan wallpaper foto seorang gadis bersama Nadya di depan sebuah air terjun. Ya, gadis itu adalah Silvi. Nadya ingin mengganti wallpaper itu. Nadya segera membuka menu. Memilih image, dan mengklik tulisan camera album. Nadya memandang foto-foto di layar. Hanya sedikit foto yang hanya menampilkan Nadya seorang. Nadya membuka more dan memilih slide show. Foto-foto di camera album Nadya mulai men-slide show.

Pertama, fotonya bersama Silvi di depan air terjun niagara. Kedua, fotonya bersama Silvi di waterboom Lippo Cikarang. Ketiga, fotonya bersama Silvi di Fantasia, Jepang. Foto itu menampilkan foto Nadya dan Silvi di depan wahana ”Niagara Splash”. ”Uh!” seru Nadya kesal.

”Kriiiiing!!!” bel waktu membubarkan eskul berbunyi. Nadya mengambil tasnya dari loker dan membanting pintu loker. Nadya mengambil sepatu rodanya dan mengganti sepatu kets dengan sepatu roda. Nadya meluncur menggunakan sepatu roda ke rumahnya. Dia melirik ke belakang dan melihat sebuah sepeda meluncur ke arahnya. Dia mendelik kesal ketika sepeda itu lewat dan memercikkan lumpur ke... seluruh tubuh Nadya. ”Dasar, Rebecca!” seru Nadya kesal melihat seragam sekolahnya basah.

Sampai rumah, Nadya segera pergi ke kamarnya. Ia sedang menyalakan AC ketika telepon tanpa kabel berwarna pink di meja samping tempat tidurnya berbunyi. Nadya mengangkatnya. ”Hallo?” Nadya memerdukan suaranya sebisa mungkin. ”Halo, Nadya ya?” terdengar suara cewek di seberang. ”Ya, siapa nih?” Nadya balik bertanya. ”Ini Kiara, sepupumu di New York,” gadis itu menjawab. ”Kiara! Ya ampun, apa kabar?” seru Nadya bersemangat. ”Baik, baik banget, malah! Oya, aku akan ke Jakarta liburan kenaikan kelas nanti. Dan sekarang, aku sudah fasih berbicara bahasa indonesia,” Kiara menjawab, tak kalah bersemangat.

”Ke Jakarta? KE JAKARTA!!!!!!!????? ” Nadya nyaris menjerit saking senangnya. ”Oh ya!” Kiara menjawab di seberang. ”Udah dulu ya Nad, aku mau beres-beres koper, nih!” Kiara menambahkan. ”Ok! Bye!” kata Nadya lalu menutup telepon. Nadya segera berganti baju dan melejit menuruni tangga. ”Bu! Ibu! Kiara akan ke Jakarta bu!” Nadya berseru senang.

BERSAMBUNG...

2 comments:

Surti said...

wah, kok bersambung sih :(, pdhl lagi seru..Ima jago deh bikin cerpennya..

Anonymous said...

Wah, ko' sepi, commentnya? cuma 1 sih! Ah,kuhapus, lho, cerpennya!